Berdasarkan data, sampah di Indonesia, rata-rata 50% adalah sampah organik. Sampah organik biasanya berupa sampah dapur atau sampah makanan.
Jika tidak terkelola dengan baik, sampah organik akan berakhir di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) dan jika ditumpuk dalam jumlah yang besar akan menghasilkan gas metan. Di mana merupakan salah satu unsur Gas Rumah Kaca (GRK) penyebab pemanasan global atau global warming.
“Oleh karenanya, sampah organik harus mulai kita olah dari rumah kita masing-masing. Bagaimana cara mengolah sampah organik?,” ujarnya.
Menurutnya di Kota Tangerang Selatan, terdapat berbagai metode untuk penguraian sampah organik, diantaranya seperti pengomposan melalui komposter, pembuatan ecoenzyme, pengolahan dengan maggot BSF (Black Soldier Fly) dan seterusnya.
“Salah satu cara pengolahan yang mudah adalah dengan menggunakan maggot BSF. Tidak perlu ada perlakuan khusus terhadap maggot BSF, hanya sampah organik yang kita hasilkan dijadikan pakan untuk maggot BSF,” ujarnya.
Jika maggot sudah dewasa, maggot dapat digunakan sebagai pakan ternak seperti ikan atau unggas. Ikan dan unggas selanjutnya dapat dikonsumsi oleh masyarakat.
“Di sinilah muncul yang namanya ekonomi sirkular, dimana hasil residu yang kita hasilkan masih bisa menumbuhkan ekonomi baru yang dapat berputar dengan sendirinya,” tutupnya. (adv)
BalasTeruskanTambahkan reaksi |
https://meet.google.com/call?authuser=0&hl=id&mc=IAEoAjABogEKGgIQAEoECAEQAbIBBxgDIAAqATDYAQE&origin=https%3A%2F%2Fmail.google.com&iilm=1709518429894