MUI-Komisi Pengkajian dan Penelitian MUI Kota Tangsel menggelar “Sosialisasi Standar Operasional Prosedur (SOP) Pengkajian dan Penelitian Aliran Sesat. Berlangsung di Aula Gedung Pelayanan Keagamaan Kota Tangsel, Jalan Siliwangi no 2 Pamulang Kota Tangsel, Rabu (30/9) yang dihadiri 40 peserta dari berbagai perwakilan di tujuh kecamatan.
Hadir Ketua Umum MUI Kota Tangsel KH Saidih, Kepala Kantor Kemenag Kota Tangsel Abdul Rojak, Kepala Badan Kesatuan Bangsa Politik (Kesbangpol) Kota Tangsel Wawang Kusdaya, para ketua komisi dan bidang di MUI Kota Tangsel, para narasumber dan para peserta.
Ketua Umum MUI Kota Tangsel KH Saidih menyampaikan semoga di Tangsel tidak ada aliran atau ajaran yang sesat menyesatkan, tidak ada istilah abu-abu. Semuanya ingin jelas tidak membingungkan masyarakat. Sehingga tidak ada keraguan sedikitpun dalam meyakini ajaran yang telah dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. Dirinya pun berpesan kepada para peserta agar menjadi penyuluh di tengah masyarakat, memberikan pencerahan.
“Mudah-mudahan Tangsel jadi terang benderang. Jangan belajar aliran sesat yang ujung-ujungnya makin sesat. Bahwa agama itu adalah kesetiaan. Setia sama siapa?, yaitu kepada Allah SWT, setia pada Rasul, setiap pada kitab dan setiap kepada pemimpin dan setia pada umatnya. Insya Allah kita jauh dari sesat. Tentunya MUI menjadi lampu di tengah masyarakat,” ucapnya.
Demikian disampaikan Kepala Kantor Kemenag Kota Tangsel Abdul Rojak bahwa, tidak dapat dipungkiri persoalan aliran sesat tidak akan pernah sirna. Selalu muncul, silih berganti. Berbicara aliran sesat sebetulnya masuk pada lapisan seluruh agama yang ada di Indonesia. Jadi bukan saja Islam, tapi agama lain juga mengalami hal yang sama. Oleh sebab itu, acara ini perlu mendapat apresiasi setinggi-tingginya karena membicarakan hal yang sangat krusial untuk diperbincangkan dan dikaji lebih mendalam.
“Kami sangat mengapresiasi dan memberikan penghargaan kepada MUI. Pertama aliran sesat di Indonesia terus bermunculan tidak ada hentinya. Makanya kita harus mewaspadai. Intinya aliran sesat, setiap doktrin keagamaan yang bertentangan dengan kesepakatan sebuah agama. Sehingga selalu bertolak belakang,” jelas Rojak.
Ia memberikan garis besar pada tiga poin, pertama ajaran atau doktrin, kedua cara pemahamannya, dan yang ketiga cara ekspresi keagamaan. Jika ketiga poin itu melenceng dari kesepakatan dalam sebuah agama yang telah dianut dari zaman ke zaman maka itu jelas tidak merujuk pada kaidah-kaidah ajaran yang benar. Karena setelah dilakukan analisa, fenomena muncul bahwa aliran sesat bukan motifnya soal agama.
“Tapi muncul aliran sesat berlatar belakang karena faktor ekonomi, sosial budaya dan lain-lain sebagainya. Kami di pemerintahan ada Pengawasan Aliran Kepercayaan Masyarakat (Pakem) yang dipimpin Kajari. Setiap tiga bulan sekali melakukan evaluasi. Maka jika ada indikasi melenceng, sekalipun baru muncul akan didalami,” tandasnya.
Kepala Kesbangpol Kota Tangsel Wawang Kusdaya menyampaikan harapan, mudah-mudahan mampu menghasilkan menfaat bagi masyarakat. Oleh sebab itu, sari dari pembahasan ini oleh para peserta dapat disosialisasikan secara luas. Serta kajian ini dapat mendeteksi dini pada aliran sesat. “Sehingga target dari kajian ini dapat menjaga kondusifitas baik antar agama dan seagama. Alhamdulillah kondusifitas di Tangsel selalu tetap terjaga,” tambahnya.
Sementara itu, Ketua Panitia Ahmad Deden Firdaus, menyampaikan peserta yang hadir dari unsur pemerintah, MUI kecamatan, penyuluh agama, DMI, remaja masjid dan karang taruna. Acara ini bertujuan menggambarkan strategi aliran sesat dan menyesatkan di wilayah Tangsel. Maka sangat diperlukan kerjasama MUI dengan pemerintah terkait supaya masyarakat tidak terpapar aliran sesat.
Adapun disuksi dimoderator oleh Hasani Ahmad dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Ketua Komisi Pengkajian dan Penelitian MUI Kota Tangsel Suhada sekaligus sebagai narasumber menyampaikan muncul aliran sesat di Indonesia bertujuan untuk menghancurkan akidah umat Islam. Kemudian ada upaya untuk mencari popularitas bagi para pendiri aliran sesat.
“Serta kurangnya keimanan dan ilmu agama Islam yang akhirnya berakibat pada penafsiran Al Quran dan hadist yang salah. Serta frustasi yang dirasakan umat akibat kondisi keterpurukan ekonomi dan sebagainya,” ujarnya.
Demikian disampaikan oleh Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Mujar Ibnu Syarif sebagai narasumber kedua menjabarkan aliran lebih menekankan kepada suatu pemahaman yang terorganisir secara struktural, ada pengurus, ada ketua dan anggota. Sedangkan faham lebih kepada alur pemikiran yang menganut prinsip tertentu, tidak terorganisir dan tidak memiliki pemimpin pusat. Kendati memiliki tokoh sentral yang menjadi figur ditokohkan.
“Lalu siapa yang memiliki otoritas penilaian sesat. Yaitu ulama yang bergabung di MUI tepatnya di Komisi Fatwa MUI Pusat. Jika terjadi di daerah terdapat aliran sesat, lalu sudah meminta kepada MUI Pusat soal fatwa dan kemudian ada tarik ulur, maka MUI tingkat daerah boleh mengeluarkan fatwa,” jelas ia.
Adapun kriteria aliran sesat, meliputi ingkar salah satu dari rukun iman dan rukun Islam. Meyakini dan mengikuti akidah yang tidak sesuai dengan dalil Al Quran dan Sunnah. Meyakini turunnya wahyu sesuadah Al Quran. Mengingkari autentisitas dan kebenaran isi Al Quran dan melakukan penafsiran al Quran yang tidak berdasarkan kaidah tafsir. Mengingkari kedudukan hadis Nabi sebagai sumber ajaran Islam, menghina para Nabi dan Rasul, mengubah pokok ibadah yang ditetapkan seperti salat wajib tidak lima waktu, dan mengkafirkan sesama muslim tanpa dalil syar’i karena bukan kelompoknya. (red).