back to top
HARIANRAKYAT.ID Mengucapkan Selamat Hari PAHLAWAN "Teladani Pahlawanmu Cintai Negerimu
HARIANRAKYAT.ID Mengucapkan Selamat memperingati hari PAHLAWAN "Teladani Pahlawanmu Cintai Negerimu
BerandaNasionalTangkal Fenomena Flexing di Jagad Maya, Dengan Syukur-Tahadduts Bin Ni'mah

Tangkal Fenomena Flexing di Jagad Maya, Dengan Syukur-Tahadduts Bin Ni’mah

Belakangan ini, media sosial dijadikan ajang ramai-ramai memamerkan harta. Dalam Bahasa Inggris fenomena ini disebut Flexing. Hal itu yang kemudian banyak diperbincangkan, salah satunya bagi Ayyash Lukman Hakim, Mahasiswa UIN Sultan Maulana Hasanudin Banten Program Studi Ilmu Al Quran dan Tafsir,  lewat Makalah Al Quran pada MTQ Kota Tangerang Selatan 2023.

Pria kelahiran Bayah, 7 September 1999 mengusung judul “Karun 5.0, Haus Eksistensi yang Melahirkan Krisis Empati” berhasil menyabet juara 1 Makalah Al Quran. Bagi sosok yang pernah menyabet nominasi 10 Pemakalah terbaik Konferensi Mahasiswa Al Quran dan Hadits Internasional, Universiti Kebangsaan Malaysia (UKM) 2019, fenomena flexing perlu disikapi dengan bijak.

Para pelaku flexing, mirip dengan Karun yang diceritakan Al Quran. Karun sendiri merupakan seorang hartawan yang hidup di zaman Nabi Musa Alaihissalam. Kekayaannya sangatlah banyak, hal ini membuatnya senang pamer dan menyombongkan kekayaannya.

“Sifat pamer Karun, diceritakan dalam Q.s. Al Qashash ayat 79, adapun sifat sombongnya diceritakan pada Q.s. Al Qashash ayat 78. Pada akhirnya, Karun ditenggelamkan bersama seluruh hartanya akibat perangai buruknya,” ujar mahasiswa murah senyum itu.

Bagi pemuda yang  telah mengikuti belasan kali MTQ, di masa kini, Karun telah tiada. Akan tetapi sikap dan karakternya masih terus tumbuh dan bertambah dalam jiwa masyarakat modern. Mereka yang senang memamerkan harta itu seperti Karun pada zaman Nabi Musa Alaihissalam. Kebiasaan pamer harta di media sosial, dapat menimbulkan berbagai dampak negatif seperti terbentuknya disintegrasi sosial dan munculnya penyakit Narcissistic Personality Disorder. Penyakit ini merupakan gangguan mental yang dapat membuat penderitanya merasa paling hebat, paling bisa, ingin dihormati dan cenderung minim empati.

“Atas dasar hal ini, mengajukan beberapa solusi. Secara umum, solusi yang diajukan ialah untuk menghidupkan kembali konsep syukur dan meluruskan konsep tahadduts bin ni’mah yang banyak disalahartikan sebagai pamer harta. Padahal tahaduts binni’mah ialah menggunakan nikmat yang ada untuk kebaikan dan amal shaleh,” ujar alumni SMA Daarul Ahsan tahun 2017 silam.

Alasan lain mengambil judul tersebut, karena melihat fenomena pamer harta kian meluas dan banyak ditiru oleh orang orang yang sebenarnya kurang mampu. Banyak yang rela menyewa bahkan mencuri demi bisa pamer di hadapan koleganya. Budaya pamer juga bisa menggerus empati seseorang, seperti orang orang yang selfie di lokasi bencana, hanya demi eksistensinya di media sosial.

“Kajian ini mengajukan konsep syukur dan tahaduts bin nimah sebagai solusi fenomena pamer harta. Hal ini bisa menjadi solusi bagi masyarakat agar masyarakat lebih memahami hakikat harta dan fungsinya, serta tidak silau dengan pesona dunia maya,” tandas Ayas sapaan akrabnya.

Tinggalkan Pesan

- Advertisement -spot_img
Komentar Terbaru
Must Read
- Advertisement -
Related News