Oleh Anil Dawan
Jika hitam bukan warna dan Putih merupakan perpaduan antara semua warna. Mengapa kita marah ketika kita berbeda?
Gelaran peringatan Sumpah Pemuda di wilayah Tangerang Selatan diisi dengan acara Bedah Buku dengan Judul Pijar Renung Pancar Relung yang ditulis oleh Dr. Anil Dawan M.Th. Bertempat di Golden Yasmin Garden Villa Melati Mas, acara ini digelar dalam suasana santai, dan penuh dengan diskusi yang hangat dan akrab. Hadir 130 orang dari berbagai latar belakang praktisi Pendidikan, organisasi kemasyarakatan, organisasi keagamaan hingga para pemuda-pemudi dari beberapa perguruan tinggi serta kaum milenial. Acara ini dibuka dalam doa oleh Pdt. Iswari Setynati M.Min dan dilanjutkan dengan sambutan pembukaannya Bro Adrian A. Nugroho SH.MH yang merupakan ketua pantia penyelenggara acara Peringatan Sumpah Pemuda dan bedah buku ini menyambut baik dengan diselenggarakannya acara ini “Acara ini menjadi oase ditengah kekeringan diskusi-diskusi diruang publik untuk mencari solusi bersama terhadap berbagai persoalan bangsa, terutama Tangerang Selatan dan Banten. Yang terpenting upaya kita adalah bertujuan bonum commune bahwa kita hidup bersama yang lain untuk menghadirkan kebaikan”. Sebagai tuan rumah acara ini dilaksanakan oleh Vox Point Indonesia DPD Banten dan Reconect Consulting and Training yang berkolaborasi untuk bisa menyelengarakan Peringatan Sumpah Pemuda melalui kegiatan Bedah Buku.
Mengapa Sumpah Pemuda perlu diperingati? Sebagaimana kita ketahui bahwa Pemuda adalah generasi masa kini dan masa depan suatu bangsa. Ungkapan Presiden pertama Indonesia Ir. Soekarno sangat heroik tentang masa depan Pemuda. Dia mengatakan “Beri aku 10 Pemuda, maka akan kuguncang dunia”. Sumpah Pemuda 1928 adalah tonggak bersejarah munculnya semangat kesatuan bangsa, tanah air dan bahasa. Benar adanya, Pemuda adalah pilar bangsa, penentu sejarah kemajuan suatu bangsa. Sejalan dengan salah satu tujuan SDGs yaitu tujuan ke 16 dan 17 yaitu “Meningkatkan perdamaian termasuk masyarakat untuk pembangunan berkelanjutan, menyediakan akses untuk keadilan bagi semua orang termasuk lembaga dan bertanggung jawab untuk seluruh kalangan” dan “Memperkuat implementasi dan menghidupkan kembali kemitraan global untuk pembangunan yang berkelanjutan”.
Cegah Politik Ketakutan
Dalam bedah buku yang dimoderatori oleh Ventura Elisawati yang akrab disapa Sis Ve tersebut salah satu pembahas adalah anggota DPRD Provinsi Banten, Maretta Dian Arthanti, Psi dari Daerah Pemilihan (Dapil) Kota Tangerang Selatan, Selaku anggota Dewan Perwakilan Rakyat Provinsi Banten, Perempuan yang lebih akrab disapa Sis Maretha tersebut menyatakan bahwa buku Pijar Renung Pancar Renung ini memiliki kepadatan isi yang bisa menjadi referensi untuk tugas-tugasnya, khususnya dalam melakukan tugas dan fungsi pengawasan, budgeting serta pelaksanaan kebijakan yang berhubungan dengan Sumber Daya Manusia (SDM), Ekonomi, UMKM dsb. Saat ditanya oleh seorang milenial bagaimana pengalamannya terjun dibidang politik, Sis Maretha menyatakan “Politik itu bukan hal yang kotor, kita percaya masih ada orang-orang baik yang bekerja sebagai wakil rakyat dan menyuarakan suara rakyat. Saya sendiri bukanlah orang yang merencanakan hidup untuk terjun di bidang politik, namun penyelenggaraan Tuhan memungkinkan dan menghantar saya menjadi anggota dewan”
Tujuan SDGs tentang mewujudukan perdamaian, memiliki tantangan besar yaitu adanya jarak antara harapan dan realita kondisi saat ini, bahwa faktanya saat ini para elit politik dalam kontestasi politik justru mengeluarkan diksi-diksi politik ketakutan (politik yang menciptakan ketakutan, dan pesimisme), ujaran kebencian (ungkapan-ungkapan segregasi, memisahkan membangun sekat). Dalam Politik Ketakutan Jakarta oleh Y.S Premana (2017) menyatakan bahwa Politik ketakutan itu bisa diciptakan, mengingat bahwa ketakutan sendiri awalnya adalah fenomena personal-psikologis, namun kemudian bisa terkonstruksi secara sosial hingga bisa dipolitisasi dalam event elektoral. Berita-berita Hoax (berita bohong, fitnah, kritik yang menjatuhkan). Tak luput kampus-kampus menjadi target penyebaran paham radikalisme oleh sejumlah oknum yang memanfaatkan kepolosan mahasiswa. Hasil survei BIN Tahun 2017 menyebutkan bahwa 39 persen mahasiswa telah terpapar paham radikal, dan ada 15 Provinsi yang sedang diamati pergerakannya. Cara kerja para penyebar paham radikal menjadikan mahasiswa (pemuda/pemudi) sebagai target pencucian otak dengan memanfaatkan kepolosan mahasiswa (pemuda) dalam proses pembentukan jati diri. Dari hasil penelitian disebutkan bahwa 24 persen mahasiswa dan 23,3 persen pelajar SMA setuju dengan paham (potensial) radikal. Laporan penelitian yang dilakukan oleh UNDP, Convey dan PPIM UIN Syarif Hidayatulah Jakarta[1] menyatakan bahwa radikalisme disemai sejak para pemuda pemudi masih bersekolah di SMA dan berlanjut hingga menjadi mahasiswa di perguruan tinggi.
Membangun Toleransi Membangun Pemuda
Dalam bedah buku untuk peringatan Sumpah Pemuda tersebut salah satu lagi pembahas lainnya yaitu Pdt. Victor Rembeth yang merupakan seorang tokoh agama dan cendekiawan Kristen yang menyoroti dari Bab 16 buku tersebut yaitu bagaimana toleransi seharusnya dibangun. Dalam ulasannya Pdt Victor mengatkan “Toleransi selalu berada dalam dua konteks yaitu klaim kebenaran masing-masing penganut keagamaan terhadap kebenaran ajaran agama dan imanya, namun disisi lain adalah pengakuan bahwa keberbedaan itu tidak seharusnya memisahkan kemanusiaan, karena kemanusiaan itulah yang mengikat relasi antar manusia. Khususnya manusia Indonesia atas dasar NKRI dan Pancasila yang merupakan dasar negara”.
Pdt. Victor juga mengatakan bahwa “Ajaran agama merupakan inspirasi orang beragama dan bernegara. Sikap toleran mendukung karya Interfaith yang bersifat mempersatukan dan menjalin kerukunan untuk merespon masalah humanitarian. (Contoh: Humanitarian Forum Indonesia, berbasis Faith Based). Secara sosial, toleransi memiliki pengertian menghindarkan terjadinya diskriminasi sekalipun banyak terdapat kelompok atau golongan yang berbeda dalam suatu kelompok masyarakat. Kunci dari toleransi adalah sikap menghormati dan menghargai. Pemuda toleran harus membangun komunikasi, koordinasi, membangun kesatuan dan kebersamaan dalam merespon isu-isu politik ketakutan, hoax dan ujaran kebencian yang bertubi-tubi di dunia maya ataupun dunia nyata. Selanjutnya pemuda toleran bersinergi bersama mencari akar masalah persoalan-persoalan yang terjadi terkait dengan kemiskinan, penderitaan, ketidakadilan gender, kerusakan ekologi dan pluralitas agama dan budaya. Semua kondisi kontekstual yang harus diatasi tersebut seluruhnya sejalan dengan tujuan SDGs yaitu target dan sasarannya adalah semua, sepenuhnya dan tuntas Mengakhiri kemiskinan 100 persen penduduk memiliki akta kelahiran memerlukan fokus, untuk merangkul mereka yang terpinggir dan terjauh.
Di bagian akhir acara bedah buku dan peringatan sumpah pemuda, Ketua FKUB Tangerang Selatan Dr. H. Fachruddin Zuhri, Drs. M.Si mengatakan “Saya selaku ketua FKUB Tangsel sangat mengapresiasi acara ini. Kerukunan adalah niat baik yang harus selalu dibangun. Sedangkan langkah-langkah yang kongkrit untuk membangun toleransi, kerukunan dan perdamaian adalah pengembangan literasi keagamaan melalui pembelajaran dan dialog mengenai berbagai agama dan kepercayaan. Dan terus membuka kerjasama dengan semua pihak demi terwujudnya kerukunan bersama”. Upaya untuk melakukan pengembangan leadership pemuda yang inklusif (memahami diri, memahami sesama, memahami kebhinekaan). Mengkatalisasi pemuda untuk melakukan perubahan berbasis peer group dan menggunakan informasi teknologi, media sosial di era digital dengan bijak untuk membangun kesatuan dan persatuan bangsa. Acara ditutup dalam doa oleh Pdt. Albert Ketua STT Sunergeo Banten dan dilanjutkan ramah tamah diantara peserta sambil diperdengarkan lagu-lagu nasional yang terus menumbuhkan semangat kesatuan sebagai bangsa, tanah air dan bahasa. Selamat Sumpah Pemuda.
[1] Hasil survei terbaru Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta menunjukkan pengaruh intoleransi dan radikalisme menjalar ke banyak sekolah dan universitas di Indonesia.